Makna Musim Panas dalam Soneta 18: Lebih dari Sekadar Perbandingan Indah

Ditulis oleh M. Sultan Erlangga Fistama

(Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)

https://id.wikipedia.org/wiki/Sonnet_18 

“Shall I compare thee to a summer’s day?” begitu bunyi baris pembuka Soneta 18 karya William Shakespeare yang sudah berusia lebih dari 400 tahun. Sekilas, perbandingan dengan musim panas terdengar sederhana. Namun di balik metafora itu, tersimpan pesan mendalam tentang keindahan, kefanaan, dan keabadian lewat puisi. Soneta ini bukan sekadar ungkapan cinta, melainkan juga refleksi tentang bagaimana seni mampu melawan keterbatasan waktu.

Bagi masyarakat Eropa, terutama pada zaman Elizabethan, musim panas adalah simbol kehidupan yang hangat, penuh cahaya, dan menyenangkan. Musim ini identik dengan bunga mekar, ladang hijau, dan hari-hari panjang di bawah sinar matahari. Tidak heran Shakespeare memilih musim panas untuk menggambarkan sosok yang ia puji. Namun, musim panas bukanlah simbol sempurna. Ia indah, tetapi juga rapuh: terlalu panas, penuh badai, dan cepat berganti musim. Dalam hal ini, musim panas menjadi cermin dari kenyataan bahwa keindahan fisik manusia tidak bertahan selamanya.

Shakespeare lalu menghadirkan kejutan. Ia menegaskan bahwa kecantikan orang yang ia gambarkan tidak akan pudar seperti musim panas. Keindahan itu akan hidup selamanya karena telah diabadikan dalam baris-baris puisi. Puisi, dalam pandangannya, adalah cara manusia melawan kefanaan. Wajah dan tubuh akan berubah, tetapi kata-kata bisa tetap hidup lintas zaman. Di sinilah Soneta 18 menghadirkan sesuatu yang lebih dari sekadar perbandingan indah ia adalah pernyataan tentang kekuatan seni yang mampu melampaui waktu.

Pada masa Shakespeare, puisi memiliki peran penting di masyarakat. Ia bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga wadah intelektual dan sosial. Melalui soneta, seorang penyair bisa menunjukkan kecerdasan, kepekaan, sekaligus menyampaikan gagasan yang mendalam. Shakespeare sendiri menulis 154 soneta yang menyinggung cinta, kecemburuan, keindahan, waktu, dan keabadian. Di antara semuanya, Soneta 18 sering disebut sebagai yang paling terkenal, bahkan dianggap pintu masuk terbaik untuk memahami karya-karya sang penyair.

Soneta ini ditulis dengan bentuk khas yang disebut Shakespearean sonnet 14 baris dengan pola rima yang teratur. Struktur itu membuat puisinya mudah diikuti sekaligus memberi ruang bagi ide berkembang secara bertahap. Dari pertanyaan pembuka yang sederhana, puisi ini mengalir menuju gagasan besar tentang seni dan waktu. Baris terakhirnya menghadirkan keyakinan penuh selama puisi ini dibaca, selama itu pula sosok yang dipuji akan tetap hidup.

Keistimewaan Soneta 18 terletak pada kemampuannya menyentuh hati pembaca dari generasi ke generasi. Meskipun ditulis pada abad ke-16, puisi ini masih terasa dekat. Kita semua mengenal rasa khawatir bahwa sesuatu yang indah akan hilang, entah itu kecantikan, kebahagiaan, atau momen berharga. Shakespeare menawarkan jawaban sederhana: biarkan keindahan itu hidup dalam karya. Dengan begitu, ia tidak akan hilang, bahkan ketika waktu terus berjalan.

https://poppoetry.substack.com/p/blink-and-youll-miss-the-poetry-lesson 

Tidak heran jika Soneta 18 masih sering dikutip dalam film, novel, bahkan percakapan sehari-hari. Kutipannya muncul dalam berbagai bentuk budaya populer, menjadikannya bagian dari warisan bersama yang melintasi zaman. Banyak orang masih menggunakan kalimat pembukanya sebagai ungkapan cinta, membuktikan bahwa bahasa puitis Shakespeare tetap bisa berbicara meski sudah ratusan tahun berlalu.

Di era digital sekarang, pesan Soneta 18 terasa semakin relevan. Kita hidup di zaman ketika foto, musik, tulisan, dan rekaman bisa bertahan dalam jejak digital. Sama seperti Shakespeare mengabadikan sosok yang ia kagumi lewat kata-kata, kita pun meninggalkan kenangan dan keindahan dalam bentuk karya yang bisa diakses oleh generasi mendatang. Seni, dalam bentuk apa pun, selalu memberi manusia cara untuk melawan keterbatasan waktu.

Soneta 18 tidak hanya mengajarkan kita untuk mengagumi keindahan, tetapi juga untuk memikirkan bagaimana keindahan itu bisa tetap hidup. Shakespeare menunjukkan bahwa cinta dan keindahan bukanlah hal yang rapuh bila ditempatkan dalam medium yang tepat. Ia membuktikan bahwa kata-kata bisa lebih abadi daripada tubuh, dan puisi bisa lebih panjang usia daripada musim apa pun.

Hingga hari ini, Soneta 18 masih berdiri sebagai salah satu karya paling terkenal dari Shakespeare. Bukan semata karena baris pembukanya indah, melainkan karena pesan yang dibawanya universal: waktu bisa meruntuhkan segalanya, tetapi seni memberi jalan bagi keabadian. Seperti musim panas yang singkat namun meninggalkan kesan, puisi ini telah melampaui zamannya dan terus hidup dalam hati pembaca di seluruh dunia.