BUNGO, delikjambi.com – Perintah Eksekusi lahan seluas 19,6 Hektar oleh Pengadilan Tinggi (PT) Palembang tahun 1971 lalu atas bidang tanah di KM 08 dusun Sungai Mengkuang, kecamatan Rimbo Tengah, kabupaten Bungo, hingga puluhan tahun tidak dilaksakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Muara Bungo.
Bahkan terbaru, Ketua PN Muara Bungo, Agung Sutomo Thoba, SH, MH tanggal 10 Maret 2020 mengeluarkan surat No.57/Pen.Eks/PN/Perdt/1970 mengambil keputusan yang mengejutkan dengan keputusan Tidak Dapat Dieksekusi atau Non Executable terhadap lahan yang dimenangkan gugatan oleh pihak Roslaini Bin Saurin.
Putusan itu terbilang janggal, pasalnya pihak penggugat telah mengajukan permohonan eksekusi lahan melalui ahli waris bernama Abdul Rahman kepada PN Muara Bungo, sejak 13 Juni 2013 lalu, dan telah dilakukan Anmaning atau teguran terhadap pihak tergugat yakni Arnilis binti Saurin dan Wagiam binti Diporejo, serta pihak penggugat Roslaini melalui ahli warisnya Abdul Rahman. Namun tidak ada tindakan lanjutan dari pihak PN Muara Bungo.
Padahal pihak pemohon telah membayar biaya eksekusi sebesar 25 Juta pada tanggal 24 Juni 2013. Hingga bertahun-tahun eksekusi tidak kunjung dilakukan hingga pergantian ketua PN dan pejabat berwenang di PN Muara Bungo.
Kurang lebih 6 tahun berselang, ahli waris Roslaini yang berganti kepada Fadhilah kembali mengajukan permohonan eksekusi perkara perdata nomor 6 tahun 1971, Pengadilan Tinggi Perdata Palembang kepada Pengadilan Negeri Muara Bungo, tanggal 21 Oktober 2019 dan diterima oleh PN Muara Bungo 23 Oktober 2019.
Pihak pemohon juga telah membayar panjar biaya eksekusi sebesar Rp 5.657.000 kepada PN Muara Bungo. Kali ini PN Bungo melakukan Pemeriksaan Setempat (PS) atau Pra Eksekusi terhadap lahan yang menjadi objek sengketa pada hari Jumat 13 Desember 2019.
Hingga berbulan-bulan lamanya, eksekusi tersebut juga tidak kunjung dilaksanakan oleh pihak Pengadilan Negeri Muara Bungo dan berujung pada tanggal 10 Maret 2020 keluar surat Non Executable dari PN Muara.
Keputusan ini sangat mengecewakan bagi pihak Fadhilah Cs. Pasalnya alasan yang menjadi dasar PN Muara Bungo mengambil keputusan Non Eksekusi tersebut tidak dapat diterima. Seperti dalam salah satu poin dikatakan bahwa hasil PS diketahui bahwa objek yang akan dimohonkan eksekusi ternyata dikuasai oleh pihak lain, bukan dikuasai oleh para pihak berperkara yakni Arnilis dan Wagiam dengan keluarnya sejumlah sertifikat pada tahun 2010, 2011 dan 2012.
“Harusnya Pengadilan Negeri Muara Bungo tidak menjadikan itu dasar untuk tidak melakukan eksekusi. Yang penting kan objek sengketanya jelas berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Palembang tahun 1971,” ungkap Fadhilah.
Terpisah, Kasi Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan (PMPP) BPN Bungo, Hardiansyah mengungkapkan, alasan PN Muara Bungo tidak melakukan eksekusi karena adanya beberapa sertifikat tanah yang sudah terbit, kurang tepat.
Menurutnya, eksekusi tetap bisa dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan tertinggi yang telah keluar. Soal adanya sejumlah sertifikat mandiri telah dikeluarkan BPN adalah persoalan lain dari objek sengketa awal yang telah diputuskan pengadilan.
“Kelemahan Pengadilan pada saat PS, saat BPN melakukan pengukuran, kalau memang objeknya tidak sesuai dengan keputusan pengadilan harusnya diprotes, tapi orang pengadilan diam bae (saja). Ini sudah dapat objeknya tidak dilaksakan pulak eksekusi alasan begini begini. Padahal peta sudah kita buat berdasarkan penunjukan orang yang mengajukan PS,” jelas Hardiyansyah pada (16/06/2020) lalu.
“Eksekusi itu tidak memikirkan apa yang ada diatas itu. Kalau ada objek lain diatas itu, itulah yang harus dilaksanakan. Ini atas nama itu panggil dulu orang yang bersangkutan. Bilang ini mau dieksekusi, alasan ini ini ini. Yang penting objeknya memang benar disitu. Harusnya begitu,” papar Hardiansyah lagi.
Sementara itu, juru bicara Pengadilan Negeri Muara Bungo, Dwi Pratama Darmawan, ketika dimintai keterangan mengenai keluarnya putusan non executable atau tidak dapat dieksekusi, mengatakan surat putusan sesuai dari pemeriksaan setempat atau pra eksekusi.
Dalam putusan, Pengadilan Negeri Muara Bungo mengeluarkan berdasarkan beberapa alasan. Alasan keluarnya putusan non executable karena objek sengketa telah dikuasai pihak ketiga. Selain itu, pihak ketiga juga telah memiliki sertifikat atas tanah yang akan dilakukan eksekusi.
“Perwakilan dari waterpark dan salah satu yang menguasai tanah tersebut keberatan,” ujar Dwi.
Juru bicara Pengadilan Negeri Muara Bungo juga mengaku sebelum Ketua mengeluarkan putusan sudah melakukan koordinasi dengan pihak BPN terlebih dahulu.
“Pada saat PS (pemeriksaan setempat, red) juga dihadiri oleh pihak BPN, dan pada akhirnya keluar putusan tersebut,” jelasnya.
Hal ini sangat berbanding terbaik dengan keterangan dari pihak BPN yang mengatakan meski sudah ada sertifikat tak mempengaruhi proses eksekusi.
Reporter: Adhe