Jakarta, Senin 07 Agustus 2023 – delikjambi.com — Kebijakan Reformulasi yang selama beberapa bulan dinanti oleh para peserta seleksi PPPK Tenaga Teknis 2022 akhirnya direlease oleh Menpan RB, Bpk. Abdullah Azwar Anas pada Rabu (02/08/2023).
Kebijakan ini dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 571 Tahun 2023 tentang “Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis pada Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Tahun Anggaran 2022”.
”Reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis ditetapkan berdasarkan nilai terendah pada jabatan yang sama, yang formasinya belum terpenuhi atau pelamarnya tidak memenuhi nilai ambang batas. Artinya jika sudah terisi, maka tidak bisa digantikan oleh nilai di bawahnya. Optimalisasi pengisian kebutuhan jabatan ini dilakukan bagi peserta EKS THK-II atau peserta non-ASN sebagai bentuk afirmasi bagi mereka yang sudah mengabdi,” ujar Menteri PANRB, Abdullah Azwar Anas, di Jakarta, Rabu (02/08/2023).
”Kebijakan reformulasi dilakukan dengan tetap menjaga kualitas dan keadilan dalam seleksi PPPK,” imbuh Anas.
Selanjutnya berdasarkan informasi dari website resmi Kementerian PANRB, Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB, Alex Denni juga menjelaskan bahwa optimalisasi pengisian kebutuhan jabatan diberlakukan terlebih dahulu bagi Eks THK-II yang memenuhi reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis dengan peringkat terbaik. Jika masih terdapat kebutuhan yang belum terpenuhi, maka kebutuhan diisi oleh peserta Non-ASN yang memenuhi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis dengan peringkat terbaik.
Pasca dikeluarkannya kebijakan reformulasi, pihak PTTI mencoba mengkritisi satu persatu “Diktum-Diktum” yang terdapat pada Keputusan Menteri PANRB Nomor 571 Tahun 2023 tersebut. Terdapat beberapa Diktum yang menjadi perhatian PTTI diantaranya “Pada Diktum KETIGA disebutkan bahwa reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis ditetapkan berdasarkan nilai terendah pada jabatan yang sama yang formasinya belum terpenuhi.
Sementara pada Diktum KEEMPAT disebutkan bahwa Optimalisasi Pengisian Jabatan dilakukan bagi peserta Eks THK-II atau Peserta Non ASN Instansi Pemerintah. Hal inilah yg lantas menjadi sorotan pihak PTTI bahwa isi dari Dikum KETIGA dan KEEMPAT tersebut sangat kontradiktif dengan apa yg disampaikan Bapak Anas bahwa kebijakan reformulasi ini dilakukan dengan tetap menjaga kualitas dan keadilan dalam seleksi PPPK.
“Jika nilai ambang batas ditentukan berdasarkan nilai terendah, tentunya ASN yang diterimapun juga perlu dipertanyakan kualitasnya karena tidak ada penyesuaian nilai ambang batas yg dijadikan standar sehingga bagi peserta yg memiliki nilai “jeblok” pun, asalkan dia merupakan Eks THK – II dan Non ASN, maka akan masuk formasi, bahkan ironisnya bisa menyingkirkan peserta Umum/Swasta dan peserta Non ASN lintas instansi pemerintah yg memiliki peringkat terbaik.” ungkap Lutfi, Wakil Ketua Umum PTTI pada Kamis (03/08/2023).
”Selanjutnya, jika kebijakan reformulasi ini hanya berpihak pada peserta Eks THK-II dan Non-ASN Instansi Pemerintah, harusnya dari awal seleksi ini tidak dibuka untuk peserta Umum/Swasta. PTTI merasa kebijakan ini sangat tidak adil dan menciderai sila ke-5 Pancasila, dimana harusnya peserta Umum/Swasta juga mendapatkan hak yang sama dalam kebijakan reformulasi bukannya malah dianak-tirikan.” imbuh Lutfi.
Sementara itu Sekjen PTTI, Fikri Ardiyansyah menambahkan mengenai penjabaran pada Diktum KEENAM dimana Non-ASN yang dimaksud adalah peserta yang memiliki riwayat kerja terakhir di Instansi Pemerintah yang dilamarnya pada seleksi PPPK Teknis 2022 juga menjadi kontroversi. Hal ini dikarenakan tidak semua instansi pemerintah membuka lowongan PPPK Teknis 2022 sehingga para peserta honorer terpaksa melamar lintas Instansi, hal ini dirasa sangat tidak adil mengingat mereka juga telah mengabdi lama dipemerintahan”.
Selanjutnya Fikri menjelaskan bahwa “banyak masukan dari peserta tes PPPK Teknis 2022 agar peserta Non-ASN lintas instansi yang terdata di BKN dan pelamar Swasta yang masuk dalam peringkat terbaik mendapatkan hak dan kesempatan yang sama yaitu reformulasi sebagaimana yang didapatkan Eks Thk II dan Non-ASN yang bekerja di Instansi Pemerintah yang dilamar terutama afirmasi pengabdian sehingga tidak ada diskriminasi terhadap peserta diluar Instansi Pemerintah, dan tentu tidak logis apabila peserta dengan nilai rendah langsung menggantikan peserta dengan nilai dan peringkat tertinggi tanpa aturan nilai ambang batas yang jelas”.
“Jika merunut dari rentetan kegiatan awal pelaksanaan rekrutmen PPPK Teknis 2022 ini dilakukan, sudah dibuka untuk semua kalangan profesional. Sebagaimana tercantum dalam pengumuman pembukaan seleksi PPPK Teknis 2022, disyaratkan pengalaman paling singkat dua tahun dibidang yang dilamar dengan dibuktikan surat keterangan pengalaman kerja yang ditandatangani oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi Sumber Daya Manusia, bagi pelamar yang memiliki pengalaman bekerja pada Instansi Pemerintah. Dan paling rendah Direktur/Kepala Divisi yang membidangi Sumber Daya Manusia, bagi pelamar yang memiliki pengalaman bekerja pada perusahaan Swasta/Lembaga Swadaya Non-Pemerintah/Yayasan.
Itulah mengapa penting bagi KEMENPAN RB untuk melibatkan semua latar belakang dari pelamar PPPK Teknis 2022 dalam reformulasi ini agar memenuhi asas keadilan.” Imbuhnya.
Tim pengolahan data PTTI juga mengkritisi data kelulusan yang disajikan pihak Kementerian PANRB pada saat rapat koordinasi Persiapan Pengadaan ASN Tahun 2023 di Jakarta pada Rabu (03/08/2023), dimana PPPK teknis yang dinyatakan lulus sejumlah 51.687 atau 46,8%. Dan setelah reformulasi kenaikan kelulusan PPPK teknis menjadi 69,60% sebanyak 76.867 orang, dengan kata lain kenaikan tingkat kelulusan hanya sekitar 22,8%. “Kenaikan kelulusan pasca reformulasi ini belum optimal karena terdapat 30% formasi yang terancam masih kosong.” Ungkap Dian tim pengolahan data PTTI pada Kamis (04/08/2023).
“PTTI berharap pihak pemerintah khususnya Bapak Menteri PANRB mengkaji ulang Kebijakan Reformulasi tersebut agar lebih berkeadilan bagi seluruh kalangan baik itu Eks THK II, Non ASN Instansi Pemerintah maupun Swasta, selain itu optimaliasasi formasi agar dimaksimalkan sehingga formasi bisa terisi seluruhnya, karena kebijakan reformulasi harusnya lebih ditekankan pada objek atau formulanya bukan pada subjek atau pesertanya.” imbuh Dian.
*Red